Brand Segmentation: 3. Iceberg Model: Memahami Orang Lain dengan Gunung Es

Bisnis Itu Seperti Titanic, Jika Salah Melihat Pasar, Bisa Tenggelam
Masih ingat Titanic? Kapal mewah ini tenggelam bukan karena gunung esnya terlalu besar, tapi karena kaptennya hanya melihat permukaannya. Banyak bisnis di Indonesia mengalami nasib yang sama. Mereka hanya melihat data pelanggan di permukaan—usia, pekerjaan, lokasi—tanpa memahami apa yang benar-benar mendorong keputusan mereka.
Padahal, pelanggan tidak hanya membeli dengan logika, tapi juga dengan emosi, kebiasaan, dan nostalgia. Kalau bisnis hanya fokus pada angka, risikonya besar: produk tidak laku, strategi marketing tidak kena, dan akhirnya kehilangan pelanggan.
Coba ingat kembali, kenapa dulu kita suka minum Teh Botol Sosro? Bukan cuma karena teh-nya enak, tapi karena iklannya membentuk kebiasaan: “Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro.” Ini bukan sekadar produk, tapi bagian dari gaya hidup yang tertanam dalam pikiran kita.
Sekarang pertanyaannya, seberapa dalam bisnis Anda memahami pelanggan?
Apa itu Iceberg Model?
Seperti gunung es, segmentasi pasar punya banyak lapisan. Kalau hanya melihat bagian atasnya, bisnis bisa salah strategi.
1. Lapisan Atas: Data Demografis
Ini yang paling sering digunakan: usia, gender, lokasi, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan
Masalahnya, data ini terlalu dangkal. Misalnya, kalau Anda menjual jamu herbal dan hanya menargetkan ibu-ibu usia 40+, apakah semua ibu di usia itu punya kebutuhan yang sama? Belum tentu.
Dulu, SariWangi melihat teh hanya sebagai minuman biasa. Tapi kemudian mereka menggali lebih dalam dan menyadari bahwa teh adalah momen kebersamaan keluarga. Dari situ lahirlah iklan legendaris: “Mari bicara.” Bukan hanya menjual teh, tapi menjual kehangatan keluarga.
Pelajarannya, jangan hanya melihat data usia, tapi pahami gaya hidup dan kebiasaan mereka.
2. Lapisan Tengah: Perilaku Konsumen
Di sini, kita mulai melihat pola yang lebih spesifik. Kapan mereka membeli? Seberapa sering mereka menggunakan produk? Apa alasan mereka memilih satu merek dibanding yang lain?
Misalnya, Anda menjual kopi. Ada yang beli setiap pagi sebelum kerja, ada yang beli di sore hari untuk ngobrol, dan ada yang hanya beli saat diskon. Strategi marketing untuk mereka tentu berbeda.
Kita tahu Aqua sebagai air mineral. Tapi, kenapa orang tetap memilih Aqua dibanding merek lain yang lebih murah? Karena Aqua berhasil membangun kebiasaan. Dari kecil, kita sudah melihat iklannya yang selalu mengingatkan untuk minum air. Akhirnya, tanpa sadar kita memilih Aqua bukan karena harganya, tapi karena sudah terbiasa.
3. Dasar Gunung Es: Motivasi dan Psikografis
Ini yang paling penting tapi sering diabaikan. Mengapa pelanggan melakukan apa yang mereka lakukan?
Motivasi pelanggan bisa berasal dari banyak hal, seperti keinginan untuk tampil lebih percaya diri, rasa aman dan nyaman, kebiasaan sejak kecil, atau pengaruh lingkungan dan tren.
Kenapa sampai sekarang Indomie tetap jadi mi instan nomor satu di Indonesia? Bukan sekadar soal rasa. Indomie sudah tertanam dalam budaya kita. Dari kecil, kita sudah terbiasa melihat orang tua kita masak Indomie di malam hari, menemani begadang, atau sebagai makanan praktis saat hujan. Ini bukan sekadar mi instan, tapi bagian dari cerita hidup kita.
Kalau hanya melihat data demografis, perusahaan lain bisa berpikir bahwa pelanggan memilih Indomie karena murah. Padahal, ada faktor emosional yang lebih dalam.
Kenapa Bisnis Harus Menggali Lebih Dalam?
Orang membeli dengan emosi, bukan hanya logika. Strategi marketing yang tepat sasaran akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Menghindari asumsi yang bisa membuat bisnis salah arah.
Banyak bisnis gagal bukan karena produknya buruk, tapi karena mereka tidak memahami kenapa pelanggan membeli.
Kesimpulan: Jangan Jadi Titanic
Kalau bisnis Anda hanya melihat angka, tanpa memahami motivasi pelanggan, maka suatu saat bisa “menabrak gunung es” dan tenggelam. Bisnis yang sukses adalah bisnis yang menggali lebih dalam—memahami kebiasaan, pola pikir, dan emosi pelanggan.
Sudah Paham Konsepnya, Tapi Masih Bingung Cara Menerapkannya?
Kalau dipikir-pikir, memahami pelanggan itu memang butuh lebih dari sekadar angka. Kadang, ada kebiasaan kecil atau alasan emosional yang tidak terlihat di permukaan, tapi justru itu yang membuat mereka memilih suatu produk.
Apa yang kita bahas tadi baru sebagian kecil dari cara melihat pasar dengan lebih jernih. Brandewa akan menggali lebih banyak lapisan lain yang bisa digali untuk benar-benar memahami apa yang membuat pelanggan tertarik dan tetap setia dengan bisnis anda.